JATI DIRI DAN SIFAT KEPEMIMPINAN KRESNA 26: KEDUDUKAN DANSIKAP KRESNA DALAM MASYARAKAT

Gambar ilustrasi: Kresna menerima tamu Saudara tua Baladewa dan Bimasena

Jatidiri dan Sikap Hidup Kresna (26) Kedudukan dan Sikap Kresna dalam Masyarakat

Bila memahami cerita Kresna secara keseluruhan didapat kesan bahwa Kresna adalah manusia jelmaan dewa yang dalam masyarakat berkedudukan sebagai seorang yang menjabat raja, kepala keluarga dan anggota masyarakat.

Kresna mendapat sebutan raja binathara, artinya raja yang dianggap sebagai dewa. Dari sejarah kehidupannya Kresna memang keturunan Dewa Wisnu. Maka sudah selayaknya bila Kresna mempunyai watak, jiwa dan sikap sebagai dewa. Dalam cerita lakon Wahyu Makutharama dapat disimpulkan bahwa Kresna telah memahami dan mencontoh watak dan amal baik delapan dari dewa. Kresna sebagai raja telah memahami ajaran Rama kepada Wibisana yang bernama asthabrata. Istilah asthabrata juga disebut asthaguna dalam arti delapan kebijaksanaan. (Nitisruti bait 74). Oleh Raden Ngabehi Yasadipura, asthabrata dicantumkan dalam Serat Rama Pupuh LXXVII bait 17-35. Dalam Serat Wahyu Makutharama (Siswoharsojo,1960: 67-68), Kresna menerangkan makna Wahyu Makutharama. Orang yang ditempati Wahyu itu berarti tahu dan mau beramal seperti watak dan amal delapan dewa yang disebut dalam asthabrata.

Asthabrata menurut Raden Ngabehi Yasadipura dimaksudkan adalah watak dan sikap dari delapan dewa. Delapan dewa itu bernama Bathara Endra, Bathara Surya, Bathara Kuwera, Bathara Bayu, Bathara Baruna, Bathara Yama, Bathara Candra, dan Bathara Brama, yang masing-masng penggambaran wataknya adalah sebagai berikut:

1. Perbuatan Bathara Endra membuat harum namanya di dunia. Ia suka berdana, dan pemberian dananya merata ke seluruh manusia tanpa membedakan orang kecil dan orang besar.
2. Bathara Surya memikirkan kehidupan rakyat, ia bersikap penyejuk suasana, tidak suka marah, lebih suka berdamai.
3. Bathara Kuwera selalu memperhatikan makan demi jasmaninya. Ia berpegang kepada segala sesuatu yang telah dijanjikannya, dan percaya kepada janji orang lain, dan tidak berbuat agar orang lain bersalah. Kebesaran masyarakat dan negara dipaercayakan kepada yang berkewajiban. Ia tidak pernah menyalahkan orang lain, semua dianggap sama, sebab semua orang dianggap mempunyai budi luhur. Ia tidak menonjolkan pribadinya.
4. Bathara Bayu suka memperhatikan gerak-gerik dunia. Tingkah-laku orang sedunia diketahuinya. Ia sangat memperhatikan perajurit negara, mengetahui usaha dan keingingan perajuritnya. Segala yang jahat dan yang baik dikenalnya. Disamping mencari kebutuhan hidup untuk dirinya, juga memikirkan kebahagiaan perajuritnya. Sikap baik juga tertuju kepada sanak saudaranya, mereka diusahakan memperoleh keselamatan. Pendeknya Bathara Bayu suka berbuat kebaikan dan menanam kebajikan.
5. Bathara Baruna selalu memegang senjata demi keselamatan segala yang diperbuatnya. Segala kepandaian dan kebijaksanaan dikuasainya. Seisi dunia dirangkum dengan sangat hati-hati. Semua orang yang berbuat jahat, mendatangkan kesusahan dan keresahan dibelenggunya. Senua isi dunia yang baik dan yang jelek dijaganya. Ia berpegang teguh kepada kebaikan.
6. Bathara Yama suka menghukum orang durhaka. Semua penjabat dibasmi, ia tidak memandang sanak saudara, mereka yang bersalah dihukum mati. Semua kejahatan diberantas agar tidak mengotori masyarakat. Semua perajurit dilarang berbuat jahat, yang bergaul dengan penjahat diusirnya.
7. Bathara Candra suka memaafkan, berkata manis dengan senyum, suci hati dan menaruh perhatian kepada para pendeta.
8. Bathara Brama mencari makan dan pakaian untuk perajuritnya. Semua perajurit dididik berani kepada lawan. Ia pandai bergaul dengan perajurit dan berhasil memusnahkan musuh-musuhnya.

Sehubungan dengan watak delapan dewa itu, Kresna menganjurkan agar seorang raja bersifat seperti tanah, air, angin, samodera, bulan, matahari, api dan bukit atau bintang (Siswoharsojo, 1960: 67)

Kresnsa dikenal sebagai raja Dwarawati yang suka berbuat seperti pendeta, senang berbuat adil, senang berolah keprajuritan dan mengindahkan sopan santun. Kresna memiliki keistimewaan, dicintai oleh para resi dan dewa. Kresna raja pandai yang tidak menyombongkan kepandaiannya dan merendahkan kepandaian orang lain (Wahyu Purba Sedjati, 1956: 11). Maka sering disebut pinandhita.

Kresna sebagai raja berjanji akan membuat terang bagi tempat yang gelap. Sikapnya kepada anak dan rakyat, bila jauh akan diperdekat, bila dekat akan dipererat (Siwoharsojo, op,cit:15)

Kresna sebagai manusia cinta dan sayang kepada sesama, gemar memberi pakaian, kepada orang yang tidak berpakaian, memberi makan orang kelaparan, memberi air kepada orang yang kehausan, memberi tongkat kepada orang yang berjalan di jalan licin, memberi tudung kepada orang yang kepanasan, memberi payung kepada orang kehujanan, membuat senang orang yang kesedihan, menyembuhkan orang yang menderita sakit. Kresna gemar memberi dana dan hukuman. Adil hukuman yang dijatuhkannya, tidak berat sebelah dan membeda-mbedakan orangnya. Siapa yang bersalah harus dihukum sesuai dengan kesalahannya (Siswoharsojo, op.cit.: 11-12).

Ketika Samba anaknya, datang menghadap minta maaf atas dosa kesalahannya, Kresna menjawab, andaikan berdosa dan bersalah, ia tidak akan memberi hukuman mati. Sedang harimau yang buas saja tidak sampai hati memakan anaknya, meskipun ia lapar. Kresna akan menghukum dengan menyakiti tubuh bagi orang yang berdosa besar, akan memaafkan bagi orang yang berdosa kecil (Siswoharsojo, op.cit.:15).

Kresna menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi saudara tua, yaitu Baladewa. Dikatakannya, saudara tua adalah pengganti ayah. Lagi pula mengakui, bahwa Kresna dan Baladewa sama-sama menjadi raja. Segala tingkah laku raja terbatas kepada aturan negara dan menjadi teladan bagi rakyatnya (Siswoharsojo, op.cit.: 19)

Kresna juga mempunyai sikap dan sifat kekeluargaan. Dalam menentukan jodoh Kresna menyerahkan kepada mereka yang bersangkutan. Anaknya yang bernama Ksitisundari diberi kebebasan memilih suami. Ia menyetujui pilihan Ksitisundari kepada Abimanyu, bukan kepada Leksmanakumara, sebab anaknya menjatuhkan pilihan kepada Abimanyu. Ia tidak mau memaksa, mengikuti: Baladewa yang ingin mengawinkan Ksitisundari dengan anak raja Ngastina (Gathotkacasraya Zang XXXIX – XL).

Dalam cerita Wahyu Manik Imandaya, Kresna menyetujui Boma Narkasura mencari wahyu. Kresna mempunyai rasa cinta kepada anak sendiri dari pada kepada orang lain. Sebelum Boma Narakasura datang, Yudhisthira telah mengundang Kresna datang di Ngamarta. Setelah dipikir panjang Kresna tidak mau hadir di Ngamarta, Boma Narakasura dan Samba disuruh pergi mencari wahyu. Dalam cerita itu Sadewa yang memperoleh wahyu dengan perantaraan Bagawan Sukmaningrat. Samba berusaha merebut wahyu itu, tetapi tidak berhasil, lalu mengadu kepada Kresna, bahwa wahyu direbut oleh Sadewa. Kresna datang ke Ngamarta untuk minta wahyu yang diperoleh Samba, kemudian direbut oleh Sadewa. Setelah menerima penjelasan Kresna menyerah kepada kenyataan dan kebenaran. Boma Narakasura disuruh kembali ke Trajutrisna (Agus Warsito, 1982: 29 – 31).

R.S. Subalidinata (Artikel ini diambil dari http://wayang.wordpress.com/2010/03/07/jatidiri-dan-sikap-hidup-kresna-26-kedudukan-dan-sikap-kresna-dalam-masyarakat/).